plainviews.org – China kembali memperketat kontrol terhadap konten di internet dengan fokus baru: konten bernada pesimis di media sosial. Tidak hanya kritik politik atau topik sensitif sejarah, kini unggahan yang dianggap terlalu muram atau negatif ikut disensor ketat. Pemerintah menilai narasi pesimis berpotensi menular dan mempengaruhi suasana hati publik, terutama generasi muda yang rentan. Pada 22 September 2025, Administrasi Siber China mengumumkan kampanye nasional selama dua bulan untuk menekan tren konten negatif ini di berbagai platform digital. Kampanye ini menyasar postingan di media sosial. Siaran langsung, hingga video pendek yang dianggap memperbesar perasaan putus asa dan menurunkan semangat masyarakat.
“Baca Juga: Google Siapkan Penyatuan ChromeOS dan Android Mulai 2026″
Alasan Ekonomi Melandasi Penekanan Konten Pesimis
Pemerintah China menyoroti konten pesimis sebagai respon terhadap kondisi ekonomi yang sedang melemah. Krisis properti yang berkelanjutan menyebabkan perlambatan ekonomi, menurunkan daya beli, dan meningkatkan angka pengangguran, khususnya di kalangan muda. Data resmi pada Agustus 2025 menunjukkan tingkat pengangguran usia 16-24 tahun mencapai 18,9 persen, angka tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini memicu munculnya tren “lying flat” atau gaya hidup tanpa ambisi berlebihan, yang menjadi simbol pesimisme kolektif di kalangan anak muda sejak 2021. Pemerintah melihat tren ini sebagai ancaman yang harus dibendung melalui pengawasan konten secara ketat agar suasana sosial tetap kondusif.
Platform Besar dan Jenis Konten yang Menjadi Sasaran Sensor
Kampanye sensor ini tidak hanya menargetkan pengguna individu, tetapi juga mengawasi platform besar seperti Weibo, Kuaishou, dan Red/Xiaohongshu. Jenis konten yang dibatasi cukup luas, mulai dari postingan pesimis, kritik sosial, hingga hal-hal dianggap “remeh” seperti gosip selebriti, update pribadi yang dianggap tidak bermanfaat, dan komentar provokatif. Selain itu, konten yang dianggap menebar ketakutan atau permusuhan online juga masuk dalam daftar sensor. Kebijakan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk menjaga “narasi positif” di ruang digital dan mengurangi potensi dampak negatif yang bisa memecah belah masyarakat.
Larangan Konten “Menjual Kecemasan” dalam Pemasaran Digital
Selain konten sosial, kampanye juga melarang iklan dan promosi yang menggunakan strategi “menjual kecemasan”. Misalnya, iklan yang memanfaatkan ketakutan orang tua terhadap masa depan anak atau produk yang dipasarkan dengan narasi kegagalan jika tidak mengikuti tren tertentu kini mendapat pembatasan ketat. Pemerintah menganggap praktik ini memperparah tekanan sosial di bidang pekerjaan, pendidikan, dan hubungan personal. Selain mengawasi konten negatif, masyarakat juga didorong untuk aktif melaporkan akun atau postingan yang dinilai menyebarkan pesimisme atau kecemasan berlebihan.
“Baca Juga: OpenAI Rancang Aplikasi Baru untuk Tantang Dominasi TikTok”
Implikasi dan Tantangan Kebijakan Sensor Terhadap Kebebasan Ekspresi
Langkah China membatasi konten pesimis sekaligus memperketat sensor media sosial menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara stabilitas sosial dan kebebasan berekspresi. Meski tujuan pemerintah adalah menjaga semangat masyarakat di tengah krisis ekonomi, pembatasan ini dapat membungkam suara kritis dan curahan hati yang penting bagi kesehatan mental publik. Di sisi lain, kontrol ini menunjukkan bagaimana pemerintah menggunakan teknologi dan regulasi untuk membentuk narasi sosial yang diinginkan. Ke depan, efektivitas kampanye ini akan bergantung pada bagaimana pemerintah mampu mengelola dampak sosial tanpa mengorbankan ruang dialog terbuka yang sehat di dunia digital.
Leave a Reply